Dalam
garis kehidupan yang sedang kita jalani ini hal yang sama pasti dialami
oleh setiap umatNya yaitu lahir, kanak-kanak, menjadi dewasa, tua,
kemudian datang saat yang tidak mampu
siapa pun menghindar darinya, yaitu kembali menghadapNya -- mati.
Sebuah kematian yang setiap
orang sudah memiliki jadwal dari Allah Sang Maha Pencipta. Namun tak
seorang
pun tahu kapan saat-saat itu akan menjemput kita. Yang kita tahu
sepersekian detik maut selalu mengintai.
Kewaspadaan untuk menjaga kesehatan yang
dianugerahkan olehNya menunjukkan rasa syukur kita ke Hadirat Illahi akan
segala tingkat kesehatan dan rezeki yang diperuntukkan bagi kita -- akan semua
kesempatan menghirup udara segarnya. Aamiin. -- dan hanya akan ada satu yang aku hindari sejauh Allah mengizinkan
yaitu menjalani tindakan operasi.
Tahun 1999
Sudah dua kali aku mengalami gangguan kesehatan.
Dokter dari dua rumah sakit menyarankan tindakan operasi untuk melakukan pemasangan pen demi kesembuhanku.
Namun aku tidak mau. Lebih baik aku berobat jalan saja. Apa sebenarnya
penyakitku itu? Walaupun ini sebuah cerita lama, tetapi aku berharap ini akan
memberikan manfaat kepada para pembaca tentang baiknya akan keyakinan diri
tentang apa yang kita alami melalui adanya kebesaran Mukjizat Allah Sang Maha Pencipta. Yakin Allah akan menyembuhkan, maka kesembuhan pun akan diberikan olehNya. Aamiin.
Pada tahun 1999 aku tinggal bersama anakku
yang bungsu di sebuah rumah sederhana di wilayah Jalan Bangka, yang tak
berhalaman baik di depan ataupun di belakang rumah. Memiliki ruang
terbuka di lantai atas untuk aktivitas menjemur pakaian.
Ketika hujan turun aku
bergegas mengangkat semua pakaian yang dijemur, aku masukkan ke dalam sebuah
ember plastik yang lumayan besar. Karena untuk mengangkatnya aku tak mampu,
maka ember yang sarat dengan pakaian setengah basah dan berat itu aku geser
sambil aku turun perlahan menuruni anak tangga dengan menghadap ke atas.
Untung tak dapat diraih malang pun tak dapat ditolak,
apa daya ember itu meluncur mendorong tubuhku tanpa bisa aku tahan. Aku
terjatuh dari ketinggian empat anak tangga yang masih harus aku turuni sebelum
kaki menjejak lantai. (maklum rumah sederhana tangga tak memiliki kedua sisi anak
tangga sebagai penghalang untuk keamanan). Gedebuuuk…akupun jatuh
tertelentang….Kreeek... seakan aku mendengar bunyi sesuatu di bagian belakang tubuhku.
Hari masih pagi…
Teriakanku membangunkan anak dan menantuku,
begitu juga cucuku. Mereka menghambur ke tempatku
terbaring. Anakku bontot tergopoh menghampiriku dengan menggendong si kecil. Lagi-lagi aku berteriak
ketika mereka akan mengangkatku. Mungkin tulang belakangku retak. Mereka
berusaha mencari sebilah papan yang lebar. Tak perlu waktu lama. Para tetangga
berdatangan. Mereka membongkar sebuah meja tua dan mendongkrak bagian atas.
Sebilah papan pun berhasil didapat -- memasukkannya di bawah tubuhku setelah
dilapisi selembar kain panjang agar mudah mereka mengangkat dan
menggotongku. Ya, ampun. Sakitnya. Aku terus merintih setiap ada goncangan dalam
mobil yang membawaku ke Rumah Sakit.
Aku dibawa ke Rumah Sakit X terdekat. Kesimpulan
dokter bedah tulang, aku harus sgera dioperasi untuk memasang pen. Aku menolak dan
mohon untuk diizinkan memilih second opinion. Minta dipindahkan ke Rumah Sakit
lain. Di Rumah Sakit XX inipun
kesimpulan dokter bedah sama. Aku harus dioperasi. Aku menolak lagi dan minta
dibawa pulang.
Alhasil sebelum pulang -- dengan rekomendasi
seorang teman yang sangat baik aku dibawa ke RS Bedah Tulang di wilayah Siaga Raya. Alhamdulillah, Professor Bedah Tulang di
rumah sakit ini dengan seksama memeriksaku. Kesimpulannya: Aku tak perlu
dioperasi, tapi aku diharuskan memakai penyangga tubuh. Dengan sigap Profesor
Bedah Tulang memanggil seorang perawat untuk mengukur tubuhku agar alat yang
dibutuhkan dibuatkan sesuai ukuran. Sementara itu aku diberi tablet penahan
sakit.
Alat untuk penyangga tubuhku, yang aku sebut Pelana Kuda, hehe...di bagian dada dan di perut
bawah pusar, masing-masing dipasang lempeng kayu halus yang dihubungkan
dengan kerangka besi di bagian kiri kanan tubuh dengan ikatan tali-tali
kulit (seperti ransel, hehe...) untuk menguatkan posisi alat itu di tubuhku.
Singkat cerita aku dirawat selama hampir tiga bulan di rumah sakit itu. Untungnya walaupun aku sudah pensiun dari sebuah organisasi internasional, tapi masih aktif bekerja di sebuah perusahaan yang berstandar internasional pula. Biaya pengobatan dan lain-lain pun ditanggung perusahaan. Alhamdulillah.
Oops...maaf jadi terpotong oleh curhat.
Alat yang aku pakai hanya boleh dilepas ketika aku
tidur saja. Aku tidak dibolehkan memiringkan badan ke
kiri atau ke kanan, harus berbaring lurus.
Aku patuhi semua larangan Profesor Bedah Tulang dan tim suster yang
merawatku.
Karena keramahan para suster aku merasa nyaman -- seperti di rumah
sendiri. Tiga bulan berlalu aku dibolehkan pulang dengan catatan harus
menjaga dan
mengendalikan pergerakan tubuhku.
Di rumah -- selama dua tahun lebih aku memakai
“Pelana” hehe…aku menyebutnya seperti itu karena rasanya aku seperti kuda berpelana.
Perlahan tapi pasti, aku pun dinyatakan sudah boleh melepas alat tersebut. Selama
tahun pertama alat itu tetap aku pakai -- pada tahun kedua dibolehkan memakai
korset khusus untuk tulang yang retak.
Kini aku merasa bersyukur terhindar dari tindakan
operasi.
Tahun 2009
Sembilan tahun yang lalu aku mengalami
ketidak-nyamanan dalam tubuhku, seringkali merasakan adanya rasa nyeri di perut
bagian bawah. Tanpa memberitahukan kepada anak-anakku aku memeriksakan diri ke
sebuah Rumah Sakit Swasta bagian Kandungan. Mungkin andaikan aku belum pernah
membaca tentang penyakit ini, aku
akan terkejut seperti mendengar suara halilintar, namun aku hanya mengurut dada dan prihatin.
Dokter mengatakan dari hasil USG
(Ultrasonography) aku memiliki kista di luar kandungan. Aku bisa melihatnya
dari layar monitor dan dengan jelas aku melihat ada serangkaian
bulatan-bulatan kecil dalam perutku. Aku diminta oleh dokter untuk memeriksakan
diri sekitar 3 atau 4 bulan lagi -- bila mengecil akan dibiarkan, tetapi
apabila membesar dengan ukuran yang menurut dokter harus diangkat, maka
pengangkatan melalui operasi pun harus dilakukan. Operasi? Oh, tidaaak...
Aku membaca melalui klik google tentang apa dan
bagaimana penyakit ini. Kista bukanlah semacam kanker, walaupun kemungkinan
besar bisa juga berubah menjadi penyakit kanker bahkan kanker ganas. Aku tidak khawatir dan tidak
terlalu memikirkannya. Seandainya pun aku harus pergi menghadapNya karena
penyakit ini, aku sudah pasrah, karena usahaku sudah maksimal dengan menjadi akrab dengan obat-obatan herbal.
Selama itu aku baru satu kali kontrol pada tahun
2016 dan ternyata keadaan kista ini masih sama. Jadi, selama kista ini tidak
mengganggu aktivitasku, aku akan berusaha melupakan keberadaannya dalam
perutku. Segala macam ramuan yang aku pelajari dari Google aku terapkan dalam
keseharianku. Tanaman sirih merahku yang subur pun menjadi salah satu sasaran
pemetikan berulang kali untuk aku rebus dan aku minum airnya. Pahitnya bukan
alang kepalang, namun kesembuhan yang harus aku pikirkan. Paling tidak aku tidak
merasakan ada gangguan dalam gerakku sehari-hari. Aku tidak pernah merasakan
sakit atau nyeri, maka bagiku, aku sehat. Aku harus melupakan kistaku.
Aku juga tak mau melampirkan foto USG di sini karena aku sedang melupakan kista ini.
Aku hanya berdo'a semoga kista ini tidak membesar.
Usahaku minum obat herbal baik yang aku beli atau pun yang aku ramu sendiri
semakin rajin. Yang penting selama aku masih bisa menghindarkan diri dari
operasi, selama itu pula aku rasanya tidak ikhlas tubuhku yang utuh pemberian
Allah ini dibedah untuk mengangkat bulir-bulir yang menghuni tubuhku agar aku
sembuh. Kista belum tentu sembuh total setelah operasi itu, tapi tubuhku telah
dikoyak pisau operasi.
Aku lebih suka berdo'a dan berpasrah diri kepada
Allah Swt dengan meminum ramuan apa saja yang disarankan oleh teman atau
kerabat daripada harus berbaring di meja
operasi menghadap langit-langit ruang operasi yang dihalangi oleh lampu-pampu
pijar menyorot ke tubuhku sebelum aku terlelap oleh kekuatan obat bius yang
disuntikkan ke tubuhku. Pastinya.
Ya, Allah, jangan biarkan aku mengalaminya. Dan Allah hingga detik ini masih mengabulkan
permohonanku. Tubuhku kuat, jiwaku sehat. Alhamdulillah.
Akupun semakin giat menanam di rumahku beberapa
macam tanaman seperti Sirih Merah, Daun Binahong, Lidah Buaya, Sereh Merah –
yang kesemuanya memiliki khasiat mengobati berbagai penyakit antara lain kista.
Ditambah satu lagi yang terkini aku beli yaitu Teh Bawang Dayak.
Kehidupan berlanjut dengan hati tua penuh
semangat. Aku meronta melawan kekhawatiranku tentang kista ini dan kerinduanku
pada anak cucu dengan mengisi kesibukan yang sama sekali di luar dugaanku,
bahwa pengisian kehidupan ini akan menjadikan diriku secara mental menjadi
kuat. Aku menjadi super woman, begitu anak-anakku menyebutku, bila
melihat ke mana-mana aku selalu sendiri.
Untuk melakukan kontrol penyakit yang satu ini aku berusaha menolak bila mereka
akan mengantarkanku ke Rumah Sakit. Apa jadinya bila mereka tahu aku
memiliki kista dalam perutku? Mereka pasti akan bingung dan khawatir sekali.
Tentang biaya pengobatan tidaklah akan menjadi masalah bagi mereka. Namun
mereka pasti akan melarangku untuk mengadakan kegiatan di sana sini seperti
yang selama ini aku lakukan.
Jadi... selama Miss Kista ini tidak mengganggu
kesehatan fisikku, aku akan tetap berpendapat Miss Kista telah
mengecil bahkan hilang sama sekali. Namun bila pada saat sekarang ini sedang
berkembang-biak menjadi besar, ia akan tetap aku siram dengan ramuan yang pahit
sekalipun. Allah Maha Pengasih dan Penyayang. Allah pasti akan meridhoi usahaku
sendiri untuk memerangi Miss Kista ini. Dan Allah Maha Mengetahui tentang Satu yang Aku Hindari Sejauh Allah Mengizinkan, yaitu menjalani operasi pengangkatan kista. Oh, no... Jangan sampai hal ini aku alami.
Masya Allah, Bunda. Ceritanya inspiring banget :) Syafakillah Bunda Yati, aamiin. Insya Allah, Allah akan menyembuhkan penyakit Bunda, ya.
ReplyDeleteAamiin, Arifah, semoga do'a Arifah untuk dijabah Allah. Semoga saja Miss Kista tenang dan jadi pengecut a.k.a. ciut di dalam tubuh bunda. Terima kasih kunjungan Arifah ke blog bunda yang ini.
Deletebunda adikku kista mengecil pakai kunir putih yg dalam bentuk kapsul yang sdh diekstrak dengan dosis yang tepat
ReplyDeleteIya, bunda juga pernah googling tentang obat herbal dalam kapsul ini, tapi bunda masih bertahan dengan herbal racikan bunda sendiri, sementara ini sudah lebih kuraang 1 bulan mencoba Teh Bawaang Dayak. Terima kasih kunjungan setia Tira ke blog bunda.
DeleteBunda, sehat-sehat selalu ya. Bunda inspiratif sekali, tetep melakukan aktivitas dalam rasa sakit. Sehat ya BUn
ReplyDeleteAamiin, Tanti, sejauh ini msh bisa beraktivitas ngeblog aja, bepergisn hadir di Workshop sdh betkurang, kecuali ono sing ngampiri aku jln bareng, hehehe...
ReplyDelete